Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, infeksi cacar monyet telah melampaui 1.000 kasus di luar negara-negara Afrika yang biasanya menjadi sentral endemik.
Menurut laporan yang diterima WHO, sebagian besar kasus terdapat di kalangan lelaki penyuka sesama jenis (gay). Organisasi itu juga menyesalkan masyarakat dunia tidak memperhatikan penyakit ini sampai muncul di negara-negara maju dan kaya.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, risiko cacar monyet menjadi endemik di negara-negara yang sebelumnya tidak mencatat endemik bisa menjadi kenyataan. Namun demikian, untuk mencegahnya bisa dilakukan sedini mungkin.
Sebanyak 29 sembilan negara telah melaporkan infeksi cacar monyet dalam gelombang pertama ini semenjak Mei 2022. Tidak ada negara yang melaporkan kasus kematian.
Dalam konferensi pers di Jenewa, Ghebreyesus menyampaikan, sepanjang tahun ini ada lebih dari 1.400 kasus infeksi cacar monyet di Afrika dengan 66 kasus kematian.
“Ini merupakan cerminan sikap yang sangat disayangkan dari masyarakat dunia tempat kita hidup. Sebab, komunitas internasional sekarang hanya peduli dengan cacar monyet jika telah muncul di negara-negara kaya,” tambahnya seperti dilansir Al Jazeera.
Menurut politisi asal Etiopia itu, penyebaran wabah cacar monyet tersebut menunjukkan tanda-tanda penyakit menular di beberapa negara. WHO merekomendasikan agar penderita cacar monyet mengisolasi diri di rumah masing-masing.
Kepala ahli teknis cacar monyet di WHO, Rosamund Lewis mengatakan, interaksi erat antara satu orang dengan yang lainnya adalah faktor utama penyebaran wabah ini.
Rosamund Lewis menambahkan, risiko penularan melalui aerosol (udara) belum dikonfirmasi. Menurutnya, petugas kesehatan yang merawat pasien cacar monyet harus menggunakan masker.
Organisasi Kesehatan Dunia menyampaikan, sebagian besar infeksi cacar monyet terdapat di antara pria gay, meskipun kasus infeksi juga tercatat di kalangan wanita.
[Abu Syafiq/Fimadani]
Advertisement
EmoticonEmoticon