Kematiannya menggemparkan Kairo. Pemakamannya dihadiri lebih dari setengah juta orang. Siapakah Ir Sholah Athiyah?
Dari kampung kecil bernama Tafahna Al Asyrof, ada sembilan sarjana miskin lulusan fakultas pertanian. Mereka sepakat membuat sebuah peternakan unggas, sembari mencari mitra kesepuluh. Mereka menjual tanah, perhiasan istri, hingga meminjam. Terkumpullah modal yang tidak banyak, tapi cukup untuk memulai usaha tersebut.
Mereka sebenarnya butuh satu lagi mitra. Mitra kesepuluh. Siapakah mitra kesepuluh? Ir Sholah Athiyah, salah satu dari sembilan orang itu, berkata: “Saya sudah menemukan mitra kesepuluh.”
“Siapa?” tanya teman-temannya.
“Allah. Mitra kesepuluh kita adalah Allah. Allah akan mendapat 10 persen dari keuntungan kita. Dengan perjanjian, Allah akan memberikan jaminan perlindungan dan pemeliharaan serta jaminan keamanan dari wabah penyakit.”
Akhirnya mereka sepakat. Kontrak kerjasama pun ditulis secara rinci dan dicatatkan ke notaris, lengkap dengan peran mitra kesepuluh tersebut.
Satu musim, bisnis mereka langsung meroket. Di luar prediksi mereka. Lalu mereka pun bersepakat menaikkan jatah keuntungan untuk mitra kesepuluh dari 10 persen menjadi 20 persen di musim kedua. Lalu terus naik hingga menjadi 50 persen.
Bagaimana keuntungan mitra kesepuluh dialokasikan? Dimulai dengan membangun sekolah dasar Islam putra lalu lanjut putri. Kemudian lanjut mendirikan sekolah menengah Islam putra, lalu putri. Kemudian Aliyah putra, lalu putri. Karena keuntungan terus membanjiri akhirnya dibentuklah baitul mal.
Mereka pun mengajukan ke pemerintah untuk membangun universitas di kampung. Awalnya, proposal pendirian universitas itu ditolak pemerintah dengan alasan tiadanya akses bagi mahasiswa ke kampung itu.
Mereka kemudian mengajukan pembangunan universitas lengkap dengan stasiun kereta beserta jalurnya dengan biaya mandiri. Akhirnya proposal ini disetujui.
Pertama dalam sejarah Mesir, berdirilah sebuah universitas di perkampungan kecil. Mahasiswa pun berdatangan. Kampus terus berkembang hingga kampus itu dilengkapi asrama putri dengan kapasitas 600 kamar dan asrama putra dengan 1000 kamar.
Tak berhenti di kampungnya, Ir Sholah Athiyah juga membangun baitul mal di kampung-kampung lain. Hingga kemiskinan hilang dari kampung-kampung itu. Lalu diduplikasi ke kampung lain hingga dikatakan tak ada kampung yang disinggahi Ir Sholah kecuali di bangun baitul mal.
Bantuan juga diberikan kepada fakir miskin dan para janda. Pemuda pengangguran pun dilatih untuk mengelola perkebunan sayur hingga mandiri. Pada saat panen raya, seluruh penduduk dikirimi paket sayur.
Pada bulan Ramadhan, diadakan buka bersama untuk seluruh warga desa. Disiapkan pula perabotan untuk gadis-gadis yatim yang ingin menikah.
Seiring dengan semakin membesarnya keuntungan bisnis, disepakatilah seluruh keuntungan untuk mitra kesepuluh. 100 persen. Ir Sholah yang awalnya adalah salah satu mitra usaha, berubah menjadi karyawan Allah. Dia hanya menerima gaji, namun memberikan syarat kepada Tuhannya membuatnya hanya butuh kepada Allah dan hanya meminta kepada-Nya.
Demikianlah sosok Ir Sholah Athiyah. Kematiannya menggemparkan Kairo meskipun ia tak ingin dikenal. Dan meskipun telah meninggal, pahala jariyahnya insya Allah terus mengalir.
Dari kampung kecil bernama Tafahna Al Asyrof, ada sembilan sarjana miskin lulusan fakultas pertanian. Mereka sepakat membuat sebuah peternakan unggas, sembari mencari mitra kesepuluh. Mereka menjual tanah, perhiasan istri, hingga meminjam. Terkumpullah modal yang tidak banyak, tapi cukup untuk memulai usaha tersebut.
Mereka sebenarnya butuh satu lagi mitra. Mitra kesepuluh. Siapakah mitra kesepuluh? Ir Sholah Athiyah, salah satu dari sembilan orang itu, berkata: “Saya sudah menemukan mitra kesepuluh.”
“Siapa?” tanya teman-temannya.
“Allah. Mitra kesepuluh kita adalah Allah. Allah akan mendapat 10 persen dari keuntungan kita. Dengan perjanjian, Allah akan memberikan jaminan perlindungan dan pemeliharaan serta jaminan keamanan dari wabah penyakit.”
Akhirnya mereka sepakat. Kontrak kerjasama pun ditulis secara rinci dan dicatatkan ke notaris, lengkap dengan peran mitra kesepuluh tersebut.
Satu musim, bisnis mereka langsung meroket. Di luar prediksi mereka. Lalu mereka pun bersepakat menaikkan jatah keuntungan untuk mitra kesepuluh dari 10 persen menjadi 20 persen di musim kedua. Lalu terus naik hingga menjadi 50 persen.
Bagaimana keuntungan mitra kesepuluh dialokasikan? Dimulai dengan membangun sekolah dasar Islam putra lalu lanjut putri. Kemudian lanjut mendirikan sekolah menengah Islam putra, lalu putri. Kemudian Aliyah putra, lalu putri. Karena keuntungan terus membanjiri akhirnya dibentuklah baitul mal.
Mereka pun mengajukan ke pemerintah untuk membangun universitas di kampung. Awalnya, proposal pendirian universitas itu ditolak pemerintah dengan alasan tiadanya akses bagi mahasiswa ke kampung itu.
Mereka kemudian mengajukan pembangunan universitas lengkap dengan stasiun kereta beserta jalurnya dengan biaya mandiri. Akhirnya proposal ini disetujui.
Pertama dalam sejarah Mesir, berdirilah sebuah universitas di perkampungan kecil. Mahasiswa pun berdatangan. Kampus terus berkembang hingga kampus itu dilengkapi asrama putri dengan kapasitas 600 kamar dan asrama putra dengan 1000 kamar.
Tak berhenti di kampungnya, Ir Sholah Athiyah juga membangun baitul mal di kampung-kampung lain. Hingga kemiskinan hilang dari kampung-kampung itu. Lalu diduplikasi ke kampung lain hingga dikatakan tak ada kampung yang disinggahi Ir Sholah kecuali di bangun baitul mal.
Bantuan juga diberikan kepada fakir miskin dan para janda. Pemuda pengangguran pun dilatih untuk mengelola perkebunan sayur hingga mandiri. Pada saat panen raya, seluruh penduduk dikirimi paket sayur.
Pada bulan Ramadhan, diadakan buka bersama untuk seluruh warga desa. Disiapkan pula perabotan untuk gadis-gadis yatim yang ingin menikah.
Seiring dengan semakin membesarnya keuntungan bisnis, disepakatilah seluruh keuntungan untuk mitra kesepuluh. 100 persen. Ir Sholah yang awalnya adalah salah satu mitra usaha, berubah menjadi karyawan Allah. Dia hanya menerima gaji, namun memberikan syarat kepada Tuhannya membuatnya hanya butuh kepada Allah dan hanya meminta kepada-Nya.
Demikianlah sosok Ir Sholah Athiyah. Kematiannya menggemparkan Kairo meskipun ia tak ingin dikenal. Dan meskipun telah meninggal, pahala jariyahnya insya Allah terus mengalir.
Advertisement
4 komentar
Masyallah
Maasyaa Allah..
Maasyaa Alloh..
Ma Sha Allah
EmoticonEmoticon