Hal ini terungkap beberapa bulan setelah Pemerintah Cina menyangkal keberadaan kamp-kamp tersebut meskipun sangat banyak bukti yang dikumpulkan oleh organisasi non-pemerintah di negara itu, seperti dilansir Mugtama.
Pengakuan implisit Cina tersebut muncul setelah Partai Komunis Cina yang berkuasa tiba-tiba mengubah pidatonya beberapa pekan terakhir ini tentang dugaan sebagian pihak mengenai keberadaan kamp tersebut.
Juru bicara Partai Komunis Cina menyampaikan bahwa kamp tersebut dibuat berdasarkan amandemen terhadap undang-undang anti-ekstremisme.
Sebuah surat kabar partai penguasa, baru-baru ini melaporkan bahwa Provinsi Xinjiang bagian barat telah mengubah undang-undang yang mengizinkan pemerintah lokal untuk melakukan rehabilitasi para pelaku yang terlibat dalam gerakan ekstremisme di pusat-pusat pelatihan.
Sebelumnya, Pemerintah Cina telah berulang kali membantah keberadaan kamp-kamp tersebut, yang mana sekitar satu juta umat Islam ditahan di Xinjiang. Sebagian besar mereka berasal dari etnis minoritas Uighur.
Pada bulan Agustus 2018 lalu, Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial (CERD) meminta Cina untuk segera membebaskan warga Uighur yang ditahan secara ilegal di sebuah tempat yang mereka sebut sebagai kamp reedukasi politik.
Komite tersebut memperkirakan, jumlah tahanan ilegal di kamp-kamp Cina sekitar 1 juta orang karena tidak ada statistik resmi tentang hal ini.
Sejak 1949, Pemerintah Cina telah menguasai wilayah tersebut yang merupakan tanah bagi minoritas Muslim Uighur, lalu menyebutnya dengan nama Xinjiang yang artinya perbatasan baru.
Menurut statistik resmi, terdapat 30 juta warga muslim di negara Cina, 23 juta di antaranya adalah etnis Uighur. Sementara itu, laporan tidak resmi menunjukkan bahwa jumlah populasi muslim sekitar 100 juta orang atau sekitar 9,5% dari total penduduk Cina.
[Abu Syafiq/Fimadani.net]
Advertisement
EmoticonEmoticon