“Lagi-lagi pesertanya penuh. Padahal kapasitas ruangannya ribuan orang,” ucapnya antusias. Ini kali ketiga ia ikut pengajian Ustadz Hanan Attaki di Jawa Timur. Sekali di Surabaya, dua kali di Malang.
“Padahal ini acara berbayar. Rata-rata Rp 60.000,” kata mahasiswa di sampingnya. Ia paham betul bahwa tiket itu sebagian untuk operasional mulai dari sewa gedung hingga konsumsi, dan sebagian lagi disumbangkan untuk dunia Islam.
Ya, tak hanya di Bandung dan Jakarta. Pengajian Ustadz Hanan Attaki di berbagai kota dipenuhi para pemuda. Baik pengajian gratis di Masjid maupun yang berbayar di hall-hall megah.
Yang menjadi fenomena baru dan membawa harapan, pesertanya tidak hanya anak-anak masjid. Justru mayoritasnya adalah ceruk baru yang awalnya mereka jarang ke masjid. Penampilannya pun berbeda. Hanya sebagian kecil yang memakai baju koko, mayoritas berpakaian kasual atau kaos gaya anak muda. Yang akhwat pun banyak yang baru berjilbab.
Gerakan dan komunitas pemuda hijrah pun tumbuh di mana-mana. Dengan berbagai nama. Masing-masing memiliki pengurus dan pembina yang rata-rata adalah Ustadz muda. Maka kajian-kajian di masjid saat ini mulai terlihat berbeda. Jika dulu hampir seluruh kajian di masjid dihadiri orangtua, kini ada kajian-kajian yang ramai oleh anak muda.
Gerakan dan komunitas pemuda hijrah ini namanya berbeda-beda. Di Bandung ada Shift. Di Semarang ada Cah Hijrah. Di Surabaya ada Kahf, MKM, dan Arah. Di Gresik ada Gresh. Yang patut disyukuri, mereka bisa bekerja sama dengan baik.
“Pekan ini di Jogja ada Muslim United. Insya Allah 2019 kita akan mengadakan acara seperti itu di Surabaya,” kata Ustadz Heru Kusumahadi, pembina Kahf Surabaya Hijrah, setelah mengisi Nongki bareng Gresh di Masjid Islamic Center (MIC) Gresik, 14 Oktober 2018.
Dakwah untuk segmen pemuda sebenarnya telah lama ada. Namun belum mendapat sambutan luas seperti saat ini. Kearifan memadukan konten dakwah dan penampilan yang mengadopsi style milenial adalah salah satu kuncinya. Anak-anak muda gerasi milenial respek dengan dakwah yang disampaikan dengan gaya sharing dan menarik. Dan kini mereka tak lagi terhalangi oleh kesan pengajian di masjid harus memakai baju koko.
Tentu semuanya atas kehendak Allah. Dialah yang telah menyentuh dan menggerakkan hati para pemuda. Dan jika Allah telah berkehendak, maka gelombang hijrah ini tidak akan bisa dicegah. [Muchlisin BK/Fimadani.Net]
“Padahal ini acara berbayar. Rata-rata Rp 60.000,” kata mahasiswa di sampingnya. Ia paham betul bahwa tiket itu sebagian untuk operasional mulai dari sewa gedung hingga konsumsi, dan sebagian lagi disumbangkan untuk dunia Islam.
Ya, tak hanya di Bandung dan Jakarta. Pengajian Ustadz Hanan Attaki di berbagai kota dipenuhi para pemuda. Baik pengajian gratis di Masjid maupun yang berbayar di hall-hall megah.
Yang menjadi fenomena baru dan membawa harapan, pesertanya tidak hanya anak-anak masjid. Justru mayoritasnya adalah ceruk baru yang awalnya mereka jarang ke masjid. Penampilannya pun berbeda. Hanya sebagian kecil yang memakai baju koko, mayoritas berpakaian kasual atau kaos gaya anak muda. Yang akhwat pun banyak yang baru berjilbab.
Gerakan dan komunitas pemuda hijrah pun tumbuh di mana-mana. Dengan berbagai nama. Masing-masing memiliki pengurus dan pembina yang rata-rata adalah Ustadz muda. Maka kajian-kajian di masjid saat ini mulai terlihat berbeda. Jika dulu hampir seluruh kajian di masjid dihadiri orangtua, kini ada kajian-kajian yang ramai oleh anak muda.
Gerakan dan komunitas pemuda hijrah ini namanya berbeda-beda. Di Bandung ada Shift. Di Semarang ada Cah Hijrah. Di Surabaya ada Kahf, MKM, dan Arah. Di Gresik ada Gresh. Yang patut disyukuri, mereka bisa bekerja sama dengan baik.
Nongki bareng Gresh |
“Pekan ini di Jogja ada Muslim United. Insya Allah 2019 kita akan mengadakan acara seperti itu di Surabaya,” kata Ustadz Heru Kusumahadi, pembina Kahf Surabaya Hijrah, setelah mengisi Nongki bareng Gresh di Masjid Islamic Center (MIC) Gresik, 14 Oktober 2018.
Dakwah untuk segmen pemuda sebenarnya telah lama ada. Namun belum mendapat sambutan luas seperti saat ini. Kearifan memadukan konten dakwah dan penampilan yang mengadopsi style milenial adalah salah satu kuncinya. Anak-anak muda gerasi milenial respek dengan dakwah yang disampaikan dengan gaya sharing dan menarik. Dan kini mereka tak lagi terhalangi oleh kesan pengajian di masjid harus memakai baju koko.
Tentu semuanya atas kehendak Allah. Dialah yang telah menyentuh dan menggerakkan hati para pemuda. Dan jika Allah telah berkehendak, maka gelombang hijrah ini tidak akan bisa dicegah. [Muchlisin BK/Fimadani.Net]
Advertisement
EmoticonEmoticon